-
Bergesernya Nilai Monumental Kota Ende
2015-05-02 09:45:41Bergesernya Nilai Monumental Kota Ende
Oleh Mukhlis A. Mukhtar, S.T, M.T.
Dosen Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik,
Universitas Flores, Hp 085234543731
Hampir setiap kota terkenal memiliki ciri khas atau identitas menonjol yang dinilai sebagai “ikon” (icon) kota tersebut. Ciri khas atau identitas itulah yang menunjukkan bahwa kota itu memiliki kelebihan atau keunggulan dibandingkan dengan kota lainnya. Itu yang memberi rasa bangga bagi masyarakat penduduk kota tersebut.
Secara kasat mata ikon sebuah kota dapat berfungsi sebagai landmark, titik perhatian, atau objek menarik dan kontras yang mampu memberi kesan menarik bagi lingkungannya (Lynck, 1964). Landmark bagi sebuah kota merupakan elemen eksternal, merupakan bentuk visual yang menonjol dari sebuah kota. Misalnya, gunung atau bukit, gedung bersejarah, menara tinggi, tempat ibadah, dan lain-lain yang dapat dijadikan sebagai titik orientasi di dalam kota sehingga dapat membantu orang mengenali itu. Misalnya, Monumen Pancasila di Kota Ende menjadi “ikon” dalam morfologi kota Ende sebagai kota bersejarah tempat pembuangan Bung Karno.
Apa itu monument? Ada dua pengertian monumen, yakni relik sejarah dan bangunan peringatan. Monumen sebagai relik sejarah dapat berupa benda-benda tidak bergerak atau bergerak, yang memiliki nilai sejarah bagi banyak orang. Dalam pengertian ini, situs-situs, termasuk Situs Bung Karno di Ende, dinilai sebagai monumen.
Monumen sebagai bangunan peringatan dapat berupa bangunan baru yang dibuat untuk memperingati suatu peristiwa sejarah. Bangunan tersebut bisa berupa tugu, batu besar, tembok, atau bentuk lainnya. Jadi, pengertian dasar “monument” harus dikaitkan dengan nilai kesejarahannya.
Monumen jenis bangunan dibuat untuk memperingati seseorang atau peristiwa yang dianggap penting oleh suatu kelompok masyarakat sebagai bagian dari peringatan terhadap seseorang atau peristiwa masa lalu. Seringkali monumen berfungsi sebagai upaya untuk memperindah penampilan sebuah kota atau lokasi tertentu. Monumen juga seringkali dirancang untuk memberikan informasi politik bersejarah, sebagai bangunan untuk memperkuat citra keunggulan kekuatan politik pada masa itu.
Di Kota Ende pada umumnya terdapat beberapa bangunan simbol sejarah, simbol kota dan negara yang dibangun dengan pesan tersendiri. Contohnya, dua buah patung yang berada tepat di pintu masuk Kota Ende, yakni Patung Marilonga dan Patung Baranuri. Kedua patung ini menunjukkan bahwa Kabupaten Ende memiliki pahlawan yang berani menentang penjajah Belanda di masa lalu.
Patung Bung Karno di Taman Renungan Bung Karno menjadi ikon penting Kota Ende pada saat ini dan ramai dikunjungi orang. Di Jalan Sukarno dijumpai sebuah tugu yang dinamakan Tugu Gempa Bumi sebagai peringatan gempa bumi Flores tahun 1992 yang memorakporandakan Pulau Flores. Patung pelajar di perempatan Jalan Nuamuri mau menunjukkan bahwa kota ini adalah kota pelajar atau kota pendidikan. Ada juga bangunan patung tarian adat di perempatan Jalan Eltari yang merupakan simbol budaya masyarakat adat ini.
Semua yang dibangun oleh para pemimpin terdahulu di Kota Ende sudah mempunyai alasan dan tujuan tertentu. Harapan masyarakat adalah agar bangunan yang mempunyai pesan sejarah, pendidikan, dan budaya “direnovasi” sehingga menjadi karakter yang melekat dengan citra Kota Ende. Ketika mereka yang datang dari kejauhan, rindu dengan kampung halamannya, mereka dapat menceritakan kepada orang lain apa yang ada dan menjadi karakter dan identitas Kota Ende yang menarik.
Monumen yang dibangun baru tidak masalah, yang penting punyai pertimbangan dan tujuan jelas. Pembangunan Tugu Jam di perlimaan pusat Kota Ende oleh Pemda Ende kerja sama dengan salah satu bank pemerintah, menurut hemat saya, merupakan pembangunan tanpa dasar yang hanya merusak karakter dari citra perlimaan itu sendiri, karena di perlimaan sudah ada Monumen Pancasila. Dengan adanya tugu yang baru maka akan ada dua persepsi dan dua karakter ikon yang berbeda.
Sebenarnya Pemda Ende perlu memahami arti monumen dan tugu itu. Bukannya membuat tugu baru yang merusak ikon yang sudah ada. Tugu jam itu baik untuk memberi informasi tentang waktu kepada masyarakat umum, tetapi tempatnya bukan di persimpangan lima karena sudah ada Monumen Pancasila di situ. Sebetulnya masih banyak ruang pubik yang layak, tinggal dikaji lebih dalam. Dalam perencanaan pembangunan tugu perlu ada pertimbangan yang baik tentang lokasi yang tepat.
Agar ke depannya tidak menimbulkan pro dan kontra, peran masyarakat selaku pengguna ruang publik perlu dihidupkan. Saat ini memang jarang masyarakat yang mengontrol pembangunan fasilitas publik oleh pemerintah yang bekerja sama dengan pihak ketiga. Hal ini terjadi bukan karena masyarakat cenderung apatis, tetapi karena keterbatasan akses terhadap kebijakan pemerintah daerah.
Perlu ada pertimbangan agar masyarakat dan akademisi memberikan kontrol publik terhadap apa yang dilakukan pemerintah. Misalnya, masyarakat dilibatkan dalam proses penentuan fasilitas publik oleh pemerintah. Kontrol publik di sini diarahkan untuk memberikan ruang kepada masyarakat dan akademisi memberikan masukan dan koreksi terhadap jalannya proses pembangunan di daerah. (Suara Uniflor, Flores Pos, Sabtu, 25 April 2015).
Berita Terkait
- Selamat Jalan Sang Visioner
- Universitas Flores Sebagai Mediator Budaya
- Rancangan Undang-Undang dan Peraturan Daerah
- SBY Percaya Ilmu Hitam?
- Jejak Novel dalam Sastra NTT
- Kompetensi Guru dalam Pembelajaran
- Bersyukur Menjadi Pendidik
- Mata Air: Keniscayaan bagi Pejabat
- PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN HUKUM
- Obligasi dan Pembangunan Daerah
- Pengalaman Mengajar di Australia
- Hukum Berkeadilan Gender
- Perencanaan Desa sebagai Basis Perubahan
- Carilah Perguruan Tinggi yang Legal
- Peraturan Gempa dan Risiko Bangunan
- Strategi Marketing Politik
- Wisuda, Selebrasi Keberhasilan
- Penyair Perintis dalam Sastra NTT
- Judul Skripsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas
- Momentum Pemilu 9 April 2014
- Perihal Izin Mendirikan Bangunan
- Wakil Rakyat, Jangan Lupa Janji
- Melacak Jejak Novel dalam Sastra NTT
- Asesmen Unjuk Kerja
- Peran Institusi dalam Pertumbuhan Ekonomi
- Pentingnya Kecerdasan Emosional
- Sastra NTT Sampai Desember 2013
- Mempersoalkan Bahasa Asing di Tempat Wisata
- Rencana Pemugaran Sao Keda di Wolotolo
- "Petite Histoire" Soekarno di Ende
- Peran Uniflor dalam Memasyarakatkan Sastra NTT
- Minat Baca Terkubur Bersama Peti Mati
- "English Day" di Kampus, Mengapa Tidak?
- Tenun Ikat Ende-Lio dan Memori Kolektif
- Tahapan Memugar Sao Keda di Wolotolo
- Artikel Ilmiah bagi Seorang Dosen
- In Memoriam Bapak Ema Gadi Djou
- Selamat Jalan Bapak Ema Gadi Djou
- Guru Kehidupan Itu Telah Pergi
- Bapak Herman Joseph Gadi Djou
- Ejaan dalam Penulisan Artikel Opini
- Kecerdasan Emosional Remaja Putri
- Arsitektur Uniflor Masuk 10 Besar
- Dosen Profesional dan Mutu Akademik
- Korupsi Kemanusiaan
- Menulis Abstrak dan Terjemahannya
- Membiasakan Kebenaran, Bukan Membenarkan Kebiasaan
- Kemitraan dalam Pendidikan
- Kuliah Bahasa, Kuliah Menulis
- Internet dan Anak Usia Dini
- Pengawal Inspirasi Pancasila
- Lokalitas dalam Sastra NTT
- Dampak Teknologi Informasi bagi Kaum Remaja
- Universitas Flores sebagai Mediator Budaya
- Naskah Akademik Rancangan UU dan Perda
- Apakah SBY Percaya Ilmu Hitam?
- Sastra NTT dalam Kajian Mahasiswa Uniflor
- Motivasi Mengajar yang Jitu
- Daya Sihir Artikel Opini
- Kembalikan Lapangan Perse Kami
- Bermain Drama: Audiovisualisasi Naskah Pentas
- Membangun Ende dengan "Hobi"
- Standard Setting Kompetensi Belajar
- Giat Bersastra sebagai Revolusi Mental
- Kajian Naskah Akademik Penanaman Modal
- Moral Responsibility of Resolution
- Bengkel Sejarah: Rumah Guru Sejarah
- Dari Taman Remaja ke Taman Renungan Bung Karno
- Tahapan Menulis Artikel Opini
- Tata Zonasi Permukiman Adat Desa Nggela
- Reformasi Birokrasi untuk Kepentingan Rakyat
- Pendidikan Nilai Membentuk Karakter Siswa
- Dicari, Seniman Drama dan Film
- Pisau Itu Bernama Media Sosial
- Modal Sosial Membangun Masyarakat Desa
- Mengurus Akta Jual Beli Tanah
- Sejarah Awal Sastra NTT
- Jenis-Jenis Artikel Opini
- Koperasi sebagai Sokoguru Perekonomian
- Memuliakan Tulisan
- Membangun Kultur Damai di Sekolah
- Peran Serta Masyarakat dalam Pembentukan Hukum
- Membaca sebagai Proses Belajar Mandiri
- Debat Sastra Berujung Pidana?
- Bergesernya Nilai Monumental Kota Ende
- Fenomena Tanah Longsor
- Alat Bukti pada Hukum Acara PTUN
- Awal Mula Agama Katolik di Flores Lembata
- Koperasi Kredit Pengupas Kemiskinan
- Kunci Sukses Usaha Rumah Makan
- Sastra dan Kasus Perdagangan Manusia
- Memilih Perguruan Tinggi yang Legal
- Manusia Keturunan Kera?
- Olahraga Futsal di Kota Ende
- Apa Beda MEA dan "Mea"?
- Mahasiswa Uniflor dan Budaya Membaca
- Lera Wulan Tana Ekan
- Dialektologi, Titian Menuju Identitas Lokal
- Jalan Soekarno di Dunia
- Tradisi Lisan, Wujud Tenunan Kehidupan Manusia
- Menyelamatkan Roh Bahasa Ritual
- Sagi Bukan Budaya Kekerasan
- Koperasi Hadapi Tantangan MEA
- Soekarno dan Komunisme
- Menenun Dalam Arsitektur
- Memahami Arah Pendidikan dari Kampung Menuju ke Kampung
- Intip Biografi Intelektual Dr. Dra. Imaculata Fatima, M.M.A.
- Ende City Branding, Ende Last Paradise
- Cinta Sayur Lodeh, Soekarno dan Hartini
- Menakar Identitas Kolektif (Boruk Tana Bojang)
- Pendidikan Cerdas Orang Yahudi
- Bahasa Lokal di Flores Lembata
- Sastra Anak sebagai Pembentuk Karakter Anak
- Rasionalitas Otoritas Negara
- Wacana Penguasa
- Absurditas Sejarah Kuasa
- Bahasa Ibu dan Pembentukan Karakter
- Sarjana dan Return on investment
- Makna Akreditasi B Universitas Flores
- Mengurus Sertifikat Tanah
- Sarjana Bervisi Entrepreneurship
- Merawat Bahasa Indonesia Sebagai Jiwa Bangsa
- Prisma Gagasan Generasi Muda
- Doa untuk Keselamatan Jiwa Atau Keselamatan Arwah ?
- Membaca: Sumber Energi Menulis
- Sejarah Kata Anda
- Menghindari Erosi Kebangsaan Melalui Jalan Budaya
- Natal: Inkarnasi Logos
- Unsur 5W+1H dalam Penulisan Berita
- Merawat Sejarah Monumental
- Mencerna Fenomena Hoax
- Melawan Praktik Kekuasaan Demokrasi Ketidakadilan
- Artikel Ilmiah untuk Jurnal Ilmiah
- Kliping, Sarana Meningkatkan Minat Baca
- Filosofi Taman Pendidikan
- Mengelola Pantai Ria di Kota Ende
- Merawat NKRI
- Jejaring Nilai Pendidikan Karakter
- Konflik Sosial Antara: Kita, Kami, Kamu, dan Mereka
- 2 MEI
- Polemik Logika Sosiologi
- Politik Identitas Memicu Konflik Hirizontal
- Jasa Kependidikan Mesti Bergayut Dengan Dunia Kerja
- Mencapai Kedaulatan Rakyat (Suatu Refleksi Sejarah Pembangunan di Daerah)
- Tips Bagi Peserta KKN
- 2 Mei
- Pendaran Energi Kejeniusan Lokal
- Mengapa Pendidikan Kita Selalu Tertinggal?
- Kode Semiotik Dalam Permainan Ceha Kila
- Universitas Flores: Rahim Persemaian Nilai
- Kepedulian Mengajar dan Mengajarkan Kepedulian
- Budaya Membaca Teks Ilmiah
- JUAL BELI TANAH TAMPA SERTIFIKAT
- PARADIGMA PEMBELAJARAN K - 13
- Merantau
- Wisuda : Transformasi Dimensi Ritualistik ke Demensi Kompetensi
- Kritik Atas Politik Misogini
- Prosedur Mengurus Sertifikat Tanah
- Evolusi Ekologi Kota Ende
- Tindak Penipuan Melalui Komputerisasi
- Pariwisata Alternatif di Kabupaten Ende
- kUASA kATA
- Bahasa Dan Sastra Sebagai Jatidiri Bangsa
- Kritik Sastra Indonesia Dalam Dua Arus
- Penyimpangan Fungsi Trotoar
- Betonisasi di Tempat Wisata:Masalah Atau Solusi
- Memoria Opus Magnum Etnolog Verheijen
- Minat Membaca Dan Menulis Mahasiswa Uniflor
- Wisata Pangan Lokal
- Pilkada Ende: Menuju Bonum Commune
- Unsur Manajemen Dalam Visi dan Misi Paslon Pilkada
- Pilkada dan Olahraga
- Membangun Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa